FENOMENA ‘SILATURAHMI’ PADA AKUN FAKE FIGUR KONTROVERSI : LAHAN BASAH YANG DIPUPUK DENGAN SERBUK KETIDAKTAHUAN

 


Sensasi, entah bermuara pada hal baik atau buruk tidak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat selalu dengan mudah mengonsumsinya. Entah sensasi yang beredar menimbulkan rasa senang atau kekesalan, yang jelas melepaskan kekesalan jauh lebih mudah daripada meredamnya dengan segala kesabaran. Namun, bagaimana jika kesenangan atau kekesalan berlebihan yang timbul tersebut dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk meraih keuntungan? Bagaimana jika memang kesenangan atau kekesalan berlebihan tersebut sengaja dirawat hingga mencipta sebuah komoditas baru yang mungkin tak semua awam pikirkan? Mari kita coba melakukan ekspedisi kecil pada salah satu sisi dunia ini.

Media sosial adalah sebuah media online, dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual. Penggunaan media sosial yang paling sering digunakan orang adalah jejaring sosial, karena situs ini memungkinkan orang untuk membuat web page pribadi, yang dapat terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi (Mazdalifah & Lubis, 2019). Media sosial juga menciptakan sebuah peluang besar untuk menjalankan berbagai bisnis, baik berupa produk atau jasa.

Setidaknya sejak 8 tahun yang lalu praktik jual beli followers dan akun sosial media mulai berkembang, munculnya trend tersebut menjadi sebuah awal dari berbagai peluang bisnis lain yang kemudian akrab dengan kita pada hari ini. Pada umumnya, seseorang membeli akun sosial media maupun followers Instagram misalnya, ialah untuk kepentingan bisnis dalam meningkatkan kepercayaan calon konsumen. Namun praktik untuk kemudian dapat dengan cepat membangun berbagai akun yang nantinya akan dijual tidak selamanya melalui cara yang terang. Jika setidaknya pada sewindu yang lalu cara untuk growth social media follower yang umumnya menggunakan banyak tagar, mengunggah konten-konten terbaik untuk dapat diunggah oleh community features, bergabung pada komunitas Instagrammers, atau bahkan menyuntik akun dengan panel followers. Maka seiring dengan algoritma yang terus mengalami perubahan juga membawa cara-cara baru, termasuk menunggangi sensasi atau hal-hal kontroversial yang sedang hangat juga dapat menjadi jalan pintas untuk mendapatkan followers dan insight akun secara cepat.


Artikel Instagram Terkait Jual Beli Pengikut dan Akun Palsu.

Social media Instagram yang kini begitu dekat di antara kita telah menetapkan algoritma yang mengatur begitu ketat terkait dengan penggunaan sistem illegal, dimana kita tidak akan mendapatkan insight besar bila menggunakan cara-cara instant seperti panel dan sejenisnya seperti dulu. Kini pengguna dipaksa untuk dapat mengembangkan insight akunnya secara organik, dengan cara membangun interaksi yang baik dengan pengikut, meningkatkan jangkauan unggahan, dll. Maka dari sistem tersebut muncul strategi baru, dimana memanfaatkan social behavior kita yang kiranya masih banyak membutuhkan edukasi terkait kesadaran bermedia sosial menjadi sebuah lahan basah bagi mereka. Tak peduli apakah itu akan berdampak jauh pada keberlanjutan pengembangan sumber daya manusia bangsanya, ketidaktahuan yang menyebarluas bukanlah soal.

Jika kita amati sedikit saja, setiap kali kita dipertemukan dengan suatu sensasi dari seseorang yang membuat masyarakat ingin mencari tahu informasi tentang orang tersebut, kita akan mendapati begitu banyak akun dengan informasi profil seragam yang bertebaran pada sosial media. Selain itu, pada berbagai akun yang dikabarkan bahwa itu milik seseorang yang sedang ramai diperbincangkan oleh publik, tentu akan kita dapati banyak kejanggalan yang kemudian membuat kita ingin mempertanyakan kebeneran dari kepemilikan akun tersebut. Seperti halnya waktu unggahan yang terkesan begitu dekat, jumlah unggahan yang begitu sedikit, akun diikuti yang terasa tak relevan, konteks unggahan yang menandai akun tersebut berbeda-beda, bahkan nama pengguna yang begitu sering diubah bahkan sampai puluhan kali. Hal-hal tersebut merupakan salah satu indikator sederhana yang dapat kita curigai sebagai akun yang sedang dipupuk dengan menggunakan emosi-emosi kita sebagai serbuknya. Sebagai contoh dalam momen pertandingan antara Indonesia melawan Uzbekistan pada piala AFC U23 2024, tiba-tiba banyak akun bodong mengatasnamakan wasit AFC U23 2024. 


Akun Instagram Fake Wasit AFC U23 2024.


Username dirubah 40 kali.


Unggahan Materi Visual Instastory yang tidak merepresentasikan figur profesional.


Keberagaman konteks masalah pada unggahan yang menandai akun tersebut.


Sebelumnya ditandai pada suatu unggahan yang menyebut akun tersebut milik wasit AFC U23 pada pertandingan Indonesia VS Qatar.


Akun seragam yang tiba-tiba muncul secara bersamaan.


Bahkan pada salah satu akun masih terpampang tulisan "Baru".

Hal seperti demikian kerap terjadi pada berbagai kasus yang membuat publik ramai memperbincangkannya, alih-alih hanya untuk sekedar mencari insight akun--bahkan juga tak jarang digunakan untuk menipu banyak orang. Lantas, apakah hanya selesai disana upaya untuk menyuburkan berbagai lahan gersang hingga dapat membuahkan pundi-pundi uang yang disemai dengan ketidaktahuan masyarakat awam? Tentu tidak. Begitu beragam bentuk bisnis digital yang dapat diproyeksikan oleh berbagai pihak; propaganda media, penipuan pada industri fintech, dan seabrek bentuk lainnya. Jual beli akun Instagram yang pertumbuhannya dipupuk dengan balutan emosi masyarakat awam hanyalah setitik kecil dari praktik-praktik bisnis digital yang meresahkan. 




Komentar

Postingan Populer